Friday, 31 July 2015

MOS SMAN 5 Yogyakarta


Masa Orientasi Siswa (MOS) atau ospek di tiap sekolah biasanya terdapat perpeloncoan antara kakak kelas dengan siswa baru, hingga membawa barang atau makanan yang sulit didapat. Namun demikian, ternyata di SMA Negeri 5 Yogyakarta tak menerapkan hal itu. MOS di sekolah tersebut diisi dengan kegiatan peningkatan Iman dan Taqwa (Imtaq), ramah tamah hingga kegiatan yang bertujuan untuk mencintai kebudayaan. Alhasil, siswa pun gembira mengikuti MOS.

Keakraban antara kakak kelas dengan siswa baru tergambarkan dalam suasana MOS di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Hangat, tidak ada raut muka sedih, seluruh siswa tampak bahagia mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan sekolah ini. Seperti diketahui, siswa baru di sekolah tersebut tak diminta membawa barang atau makanan yang susah dicari dan tidak ada perpeloncoan.

Wakil Kepala (Waka) Kesiswaan SMA Negeri 5 Yogyakarta, Fadiyah Suryani MSi menuturkan, di sekolahnya sejak dulu memang tidak membolehkan adanya perpeloncoan. Sesuai nama kegiatannya yakni Masa Orientasi Siswa, menurutnya maka kegiatan di dalamnya harus yang bertujuan mengenalkan siswa pada lingkungan barunya. “Tujuan MOS di SMA Negeri 5 Yogyakarta sendiri untuk mengenalkan peserta didik pada lingkungan fisik dan sosial di SMAN 5 Yogyakarta sendiri. Selain itu juga mengkondisikan peserta didik memasuki jenjang yang lebih tinggi. Tidak ada perpeloncoan di dalamnya,” kata Fadiyah saat ditemui Tribun Jogja di kantornya, Senin (27/7).

Terkait konten kegiatan MOS di sekolahnya, Fadiyah menguraikan bahwa pengenalan lingkungan fisik di SMA Negeri 5 Yogyakarta berisi mengenalkan pada siswa terkait lokasi ruangan yang harus mereka ketahui. Ruang guru, ruang TU misalnya. Untuk pengenalan lingkungan sosial, siswa baru juga dikenalkan pada guru dan pejabat sekolah. Selain itu, siswa baru juga akan diberi materi soal tata tertib sekolah, materi berbangsa dan bernegara, dikenalkan dengan kegiatan ekstrakulikuler, hingga keakraban dengan kakak kelasnya. Pun siswa baru juga diperkenalkan dengan budaya yang sejak dulu tertanam di SMA Negeri 5 Yogyakarta. “SMA Negeri 5 Yogyakarta merupakan sekolah afeksi. Sebelum masuk ke pelajaran, siswa diwajibkan tadarus Alquran terlebih dahulu. Pada waktu masuk waktu dhuha, siswa juga diwajibkan untuk salat Dhuha,” jelasnya.

Tak hanya itu, sesuai himbauan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, lanjut Fadiyah, siswa baru di SMA Negeri 5 Yogyakarta juga akan dikenalkan dengan budaya yang ada di Yogya dengan kunjungan ke Museum Sudirman. Namun, sekolah mewajibkan siswa baru mengenakan sepeda dalam perjalanannya dari sekolah ke museum. “Mereka kan belum punya SIM karena masih anak-anak, maka kami mewajibkan mereka menggunakan sepeda. Imbauan ini juga untuk mengajarkan kepada anak-anak soal etika lalu lintas. Dengan bersepeda, mereka secara tidak langsung berarti berolahraga,” papar Fadiyah.

Dia pun menambahkan bahwa meski MOS dipegang oleh OSIS, namun guru-guru juga ikut mengawasi. Katanya jika tidak ada pemantauan dan tidak ada yang mengingatkan, apabila terjadi perpeloncoan maka pihak yang harus disalahkan adalah sekolah. Fadiyah tidak ingin hal tersebut terjadi. “Mereka masih anak-anak, jadi masih dipantau. Kalau tidak ada pemantauan, tidak ada yang mengingatkan, jika ada perpeloncoan maka yang salah pihak sekolah,” tegasnya.

0 comments:

Post a Comment